Tweet |
Iron Dome Israel/ Reuters |
Sistem pertahanan ini dikembangkan setelah Israel
berperang melawan Lebanon pada 2006 silam. Kala itu, 4.000 roket menghujani
Israel. Sebanyak 44 warga sipil tewas. Belajar dari pengalaman itulah sistem
Iron Dome dikembangkan. Angkatan bersenjata Israel bekerja sama dengan industri
pertahanan Israel, Rafael Advanced Defense Systems, mulai mengembangkan
Iron Dome.
Pada 2010,
setelah hasil uji coba menunjukkan hasil efektif, Amerika Serikat mulai ikut
mendanai pengembangan sistem ini. AS akhirnya turut ambil bagian dalam
pengembangan sistem pertahanan udara ini.
Cara kerja
Iron Dome
dioperasikan dengan sejumlah komponen kunci, termasuk sistem radar yang dapat
mendeteksi rudal balistik dan roket. Informasi yang diperoleh radar
memungkinkan alat ini bisa melacak letak roket atau rudal yang mengancam.
Dengan cepat, alat ini bisa menentukan sasaran dan menganalisa ancaman. Sebuah
peluncur yang berisi 20 rudal penghalau bisa bekerja secara mandiri.
Menurut kepala
proyek yang mengembangkan sistem ini, Fitur kunci dari sistem Iron Dome adalah
komando dan pusat kontrol, yang menyinkronkan informasi dari sistem radar.
Kemudian, alat ini menentukan target mana yang akan dihalau. Alat ini bekerja
dengan algoritma kompleks, dengan daya dukung dan kapasitas yang mengagumkan.
Selain bisa
mendeteksi segala bentuk ancaman rudal, Iron Dome bisa mengukur lintasan
peluru, kapan, dan bagaimana identifikasi ancaman akan menyerang wilayah yang
dilindungi. Rencana intersepsi dibangun berdasarkan jenis ancaman.
Namun,
sistem pencegah ini perlu diluncurkan pada waktu yang tepat. Supaya tepat
sasaran dan bisa menghancurkan target pada tempat yang tepat pula. Program pada
sistem pertahanan ini mampu mengukur dan bertindak sesuai dengan tingkat
ancaman, perubahan data pada program interseptor, dan bagaimana mengenai
sasaran.
Sistem Iron
Dome bekerja dengan tingkat akurasi tinggi dari jarak jauh. Artinya, wilayah
yang berada dalam jangkauan rudal penghalau ini akan aman dari serangan rudal
dan roket musuh. Sistem Iron Dome ini mampu menghalau roket yang diluncurkan
dari jarak lebih dari 70 kilometer, lebih jauh dari yang diperkirakan. Sistem
ini mampu menghantam roket yang mengancam dengan jarak 15 sampai 20 kilometer
dari peluncur.
Bekerja
efektif?
Meski Iron
Dome tidak memiliki tingkat intersepsi yang sempurna, pejabat Israel telah
memberikan pujian atas kinerja sistem pertahanan ini. Sistem yang unik bisa
membedakan antara roket Qassam dengan Fajr. Sistem ini juga bisa bekerja dengan
interseptor lain. Pejabat Israel juga menilai sistem ini bisa menganalisa
ancaman dengan efektif, khususnya serangan jarak dekat dan menghancurkannya
dengan kecepatan tinggi.
Selama
dipergunakan dalam perang di Jalur Gaza, alat ini telah menghalau ratusan roket
dan rudal yang menghujani Israel. Tingkat keberhasilannya sekitar 85 persen.
Hasilnya, meski roket dan rudal yang diluncurkan oleh Palestina mencapai
ratusan, warga Israel yang tewas bisa dihitung dengan jari tangan saja.
Selain
lolosnya sejumlah rudal dan roket Palestina, yang menjadi pertanyaan adalah
berapa biaya untuk mengoperasikan Iron Dome ini. Laman csmonitor menuliskan
sekali peluncuran interseptor, menguras biaya sebesar US$50 ribu (sekitar
Rp481,790 juta). Sementar itu, laman abcnews.go.com, menulis untuk
mengoperasikan satu rudal pencegat dan radar pendeteksi diperlukan US$40 ribu.
Perhitungan
lain disampaikan ahli yang dimuat laman The National. Untuk mengoperasikan
setiap bateri untuk peluncur diperkirakan menghabiskan US$21 juta (Rp202,35
miliar). Analis memperkirakan diperlukan sekitar 20 bateri untuk melindungi
kota-kota di Israel. Para ahli memperkirakan biaya setiap peluncuran rudal
pencegan mencapai US$100 ribu (Rp963,58 juta).
Jumlah itu
terlihat sangat mahal jika bandingannya adalah roket-roket Palestina yang
dihancurkan Israel. Sebab, menurut laman time, harga satu roket Palestina tak
lebih dari US$1.000 (Rp9,6 juta) saja.
Hingga saat
ini, Israel belum mengungkap secara pasti berapa biaya yang diperlukan untuk
menjatuhkan roket dan rudal yang diluncurkan pejuang Palestina. Namun, sejumlah
pakar memperkirakan Israel telah menghabiskan US$8 juta (sekitar Rp77 miliar)
dalam pertempuran tiga hari.
Efisien atau
tidak penggunaan sistem Iron Dome ini, yang jelas Israel telah merencanakan
invasi darat untuk menghancurkan gudang-gudang rudal Hamas. Cara ini tampaknya
lebih dipilih daripada melanjutkan dengan mencegat rudal-rudal Hamas dengan
Iron Dome yang berbiaya tinggi itu. Israel telah menyiapkan 60.000 pasukan
cadangan untuk serangan melalui jalur darat ke Gaza.
Soal biaya,
pejabat senior Israel mengatakan negaranya justru berhemat. Sebab, jika rudal
dan roket Palestina itu menghantam wilayah dan warganya, harga yang hharus
dibayar akan melebihi biaya operasional Iron Dome ini. "Pikirkan jika
roket-roket menghantam warga, ada korban jiwa, terluka, merusak infrastruktur
akan menghabiskan biaya lebih besar. Jadi US$100 ribu tidak setara dengan
sebuah rumah yang penuh dengan anak-anak," kata pejabat senior Israel yang
dikutip time. Baca
juga: PerbandinganSenjata
Israel Vs Palestina
Sumber:
bohong, pak......coba cari beriata versi lain....israel pasti tidak akan mengkui kalo pertahanan mereka koar kacir.pembual besar itu
ReplyDelete