Wednesday, October 24, 2012

Digdaja, Tiyang Pinggir, dan Kisah Blambangan


Share to:
www.banyuwangikab.go.id

Blambangan. Tanah ujung timur Jawa. Bagi liyan mungkin itu negeri antah berantah. Namun tidak bagi saya. Itu kampung halaman. Tempat kakek-nenek, orangtua, istri, anak, dan saya, dilahirkan.

Lahir di situ, tak banyak cerita yang saya tahu. Penasaran. Saya buru cerita soal Blambangan. Memang sedikit literatur terverifikasi tentang daerah yang dulunya kerajaan ini. Kebanyakan cenderung ke mitos. Namun tak apa. Toh tak ada kebenaran tunggal dalam sejarah.

Di tengah perburuan, saya temukan catatan menarik. Cerita berjudul “Digdaja”. Tapi ini sekedar novel. Ditulis seorang China, Tan Boen Swie. Tahun 1935. Terbit di majalah sastra Penghidoepan. Sekali lagi, ini hanya novel. Belum terverifikasi otentisitasnya.

Saya dapat catatan itu dari buku “Perebutan Hegemoni Blambangan”. Karya Sri Margana. Halaman 25. Asalnya disertasi Sri Margana kala menempuh program doktor di Universitas Leiden, Belanda—negeri asal VOC. Judul disertasi itu “Java’s Last Frontier: The Struggle for Hegemony of Blambangan, 1763-1813”.

Kembali ke kisah Digdaja. Tan Boen Swie sebenarnya ingin menjawab teka-teki soal asal muasal Tiyang Pinggir atau Wong Pinggir. Orang-orang yang disebut Tiyang Pinggir itu hidup terpisah di Surakarta dan Yogyakarta. Mereka punya komunitas sendiri.

Tiyang Pinggir itu berasal dari ujung timur Pulau Jawa. Tepatnya ya di Blambangan itu. Mungkin nama Pinggir disematkan ke Blambangan karena menjadi batas timur Jawa. Pinggiran kekuasaan Mataram kala itu. Sebab, di sebelah timur, ada batas laut. Selat Bali. Di timur lagi, ada Pulau Bali. Pulau yang dikuasai secara dinamis oleh sejumlah kerajaan. Ada Buleleng, Gelgel, dan Mengwi. Maka itu Blambangan disebut Pinggir. 

Tiyang Pinggir dikenal digdaya alias sakti. Tan Boen Swie bercerita, kaum laki-laki Blambangan dijadikan guinea-pig alias percobaan. Mereka digunakan untuk mengetes senjata yang akan digunakan untuk bertempur. Jika lelaki Blambangan itu tewas, berarti senjatanya ampuh. Layak digunakan untuk berperang. Sebaliknya, jika lelaki Blambangan itu masih sehat, berarti senjatanya tak layak dibawa ke medan perang.

Kepercayaan Wong Mataram tidak hanya itu. Saking yakinnya, para bangsawan Mataram menyusukan anak mereka ke perempuan Blambangan. Ada kepercayaan, saat perempuan Blambangan hamil, mereka minum jamu dari dedaunan rajegwesi—nama ini mirip tempat wisata di Banyuwangi sekarang. Jamu itulah yang membuat air susu perempuan Blambangan berwarna wulung (indigo—perpaduan biru dan ungu). Bayi yang minum susu perempuan Blambangan ini akan jadi sakti dan kebal senjata.

Memang dalam sejarahnya Blambangan menjadi rebutan Kerajaan Mataram, Bali, VOC, dan Inggris. Dalam bukunya pula, Sri Margana menulis bagaimana saat Blambangan ditaklukkan Mataram. Karena kalah, Tiyang Pinggir diboyong ke Mataram. Mereka dijadikan tentara kerajaan. Disebut Prajurit Blambangan.

Tahun 1755. Mataram dipecah dua akibat perjanjian Giyanti. Korps Prajurit Blambangan ikut dipecah. Satu masih ikut kekuasaan Surakarta, lainnya ikut sultan baru, Hamengkubuwana I di Yogyakarta.

Di Surakarta, nasib Korps Prajurit Blambangan sempat tak terurus. Saat itu Pakubuwana III yang berkuasa. Korps Prajurit Blambangan dibubarkan. Karena dianggap tidak sakti lagi.

Namun, Korps Prajurit Blambangan dibentuk lagi saat Pakubuwana IV berkuasa. 1788-1820. Mereka diberi 400 pangkon lungguh atau tanah garapan sekitar 100 bahu--satuan ini banyak digunakan masyarakat Banyuwangi hingga kini. Letaknya di Kartasura dan Ngadireja. Pada masa ini, Korps Prajurit Blambangan di bawah komando Pangeran Aria Mangkubumi II. Setelah Mangkubumi II wafat, Korps ini dibagi dua: Suratetana dan Jayatetana. Kemudian dikenal dengan Prajurit Kartasura. Setelah itu, nama Prajurit Blambangan surut.

2 comments:

  1. saya suka info ini krn saya juga asli orang banyuwangi. update terus gan kupas dong dimana letak pasnya kerajaan minak jinggo itu. apa di muncar apa dimana ane setia nungguin.

    ReplyDelete
  2. Blambangan adalah julukan Nagari Sigar Semongko yang diberikan oleh R.Wijaya. Kepada Arya Wiraraja .( Prasasti Kudadu 1292) . Nagari. Sebenarnya bernama Lamajang Tigang Juru yang wilayahnya pada saat itu terdiri atas Lamajang ( Lunajang ) Kot a Daung ( Jember n Puger) , Patukangan ( Fideida...bahasa Portugal ...sekarang Situbondo N Bondowoso) dan Banyuwangi . Karena sangat subur di buktikan dengan mampu menjamu Kunjungan Prabu Hayamwuruk selama berbulan dan menjadi tempat pertemuan Tiga Nagari.(1359) Maka Mpu Prapancha memberi gelaran Balumbungan , negeri banyak Lumbung . (Negara Krtagama , Karya Mpu. Prapancha , Wirama 28, bait 99) . Kata Balumbungan , menjadi Balambangan ( Pigeaud)

    ReplyDelete