Tweet |
www.banyuwangikab.go.id |
Blambangan. Tanah ujung timur Jawa. Bagi
liyan mungkin itu negeri antah berantah. Namun tidak bagi saya. Itu kampung
halaman. Tempat kakek-nenek, orangtua, istri, anak, dan saya, dilahirkan.
Lahir di situ, tak banyak cerita yang saya tahu. Penasaran. Saya
buru cerita soal Blambangan. Memang sedikit literatur terverifikasi tentang
daerah yang dulunya kerajaan ini. Kebanyakan cenderung ke mitos. Namun tak apa.
Toh tak ada kebenaran tunggal dalam sejarah.
Di tengah perburuan, saya temukan catatan menarik. Cerita berjudul
“Digdaja”. Tapi ini sekedar novel. Ditulis seorang China, Tan Boen Swie. Tahun
1935. Terbit di majalah sastra Penghidoepan. Sekali lagi, ini hanya novel.
Belum terverifikasi otentisitasnya.
Saya dapat catatan itu dari buku “Perebutan Hegemoni Blambangan”.
Karya Sri Margana. Halaman 25. Asalnya disertasi Sri Margana kala menempuh
program doktor di Universitas Leiden, Belanda—negeri asal VOC. Judul disertasi
itu “Java’s Last Frontier: The Struggle for Hegemony of Blambangan, 1763-1813”.
Kembali ke kisah Digdaja. Tan Boen Swie sebenarnya ingin menjawab
teka-teki soal asal muasal Tiyang Pinggir atau Wong Pinggir. Orang-orang yang
disebut Tiyang Pinggir itu hidup terpisah di Surakarta dan Yogyakarta. Mereka
punya komunitas sendiri.
Tiyang Pinggir itu berasal dari ujung timur Pulau Jawa. Tepatnya
ya di Blambangan itu. Mungkin nama Pinggir disematkan ke Blambangan karena
menjadi batas timur Jawa. Pinggiran kekuasaan Mataram kala itu. Sebab, di
sebelah timur, ada batas laut. Selat Bali. Di timur lagi, ada Pulau Bali. Pulau
yang dikuasai secara dinamis oleh sejumlah kerajaan. Ada Buleleng, Gelgel, dan
Mengwi. Maka itu Blambangan disebut Pinggir.
Tiyang Pinggir dikenal digdaya alias sakti. Tan Boen Swie bercerita, kaum laki-laki Blambangan dijadikan guinea-pig alias percobaan. Mereka digunakan untuk mengetes senjata yang akan digunakan untuk bertempur. Jika lelaki Blambangan itu tewas, berarti senjatanya ampuh. Layak digunakan untuk berperang. Sebaliknya, jika lelaki Blambangan itu masih sehat, berarti senjatanya tak layak dibawa ke medan perang.
Kepercayaan Wong Mataram tidak hanya itu. Saking yakinnya, para
bangsawan Mataram menyusukan anak mereka ke perempuan Blambangan. Ada
kepercayaan, saat perempuan Blambangan hamil, mereka minum jamu dari dedaunan
rajegwesi—nama ini mirip tempat wisata di Banyuwangi sekarang. Jamu itulah yang
membuat air susu perempuan Blambangan berwarna wulung (indigo—perpaduan biru
dan ungu). Bayi yang minum susu perempuan Blambangan ini akan jadi sakti dan
kebal senjata.
Memang dalam sejarahnya Blambangan menjadi rebutan Kerajaan
Mataram, Bali, VOC, dan Inggris. Dalam bukunya pula, Sri Margana menulis
bagaimana saat Blambangan ditaklukkan Mataram. Karena kalah, Tiyang Pinggir
diboyong ke Mataram. Mereka dijadikan tentara kerajaan. Disebut Prajurit
Blambangan.
Tahun 1755. Mataram dipecah dua akibat perjanjian Giyanti. Korps
Prajurit Blambangan ikut dipecah. Satu masih ikut kekuasaan Surakarta, lainnya
ikut sultan baru, Hamengkubuwana I di Yogyakarta.
Di Surakarta, nasib Korps Prajurit Blambangan sempat tak terurus.
Saat itu Pakubuwana III yang berkuasa. Korps Prajurit Blambangan dibubarkan.
Karena dianggap tidak sakti lagi.
Namun, Korps Prajurit Blambangan dibentuk lagi saat Pakubuwana IV
berkuasa. 1788-1820. Mereka diberi 400 pangkon lungguh atau tanah garapan
sekitar 100 bahu--satuan ini banyak digunakan masyarakat Banyuwangi hingga
kini. Letaknya di Kartasura dan Ngadireja. Pada masa ini, Korps Prajurit
Blambangan di bawah komando Pangeran Aria Mangkubumi II. Setelah Mangkubumi II
wafat, Korps ini dibagi dua: Suratetana dan Jayatetana. Kemudian dikenal dengan
Prajurit Kartasura. Setelah itu, nama Prajurit Blambangan surut.
saya suka info ini krn saya juga asli orang banyuwangi. update terus gan kupas dong dimana letak pasnya kerajaan minak jinggo itu. apa di muncar apa dimana ane setia nungguin.
ReplyDeleteBlambangan adalah julukan Nagari Sigar Semongko yang diberikan oleh R.Wijaya. Kepada Arya Wiraraja .( Prasasti Kudadu 1292) . Nagari. Sebenarnya bernama Lamajang Tigang Juru yang wilayahnya pada saat itu terdiri atas Lamajang ( Lunajang ) Kot a Daung ( Jember n Puger) , Patukangan ( Fideida...bahasa Portugal ...sekarang Situbondo N Bondowoso) dan Banyuwangi . Karena sangat subur di buktikan dengan mampu menjamu Kunjungan Prabu Hayamwuruk selama berbulan dan menjadi tempat pertemuan Tiga Nagari.(1359) Maka Mpu Prapancha memberi gelaran Balumbungan , negeri banyak Lumbung . (Negara Krtagama , Karya Mpu. Prapancha , Wirama 28, bait 99) . Kata Balumbungan , menjadi Balambangan ( Pigeaud)
ReplyDelete